Tak
seperti malam biasanya, khusus menyambut peringatan hari kemerdekaan ke-73 RI
kegiatan pondok diliburkan. Sekitar 500-an santri berkumpul di halaman
pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak, Jawa Tengah, memakai sarung, baju
lengan panjang, dan peci hitam pada Kamis malam (16/8).
Mereka
membentuk barisan layakanya tentara. Menghadap kiblat. Di tengah-tengah
halaman, sebuah bambu berdiri ditopang segitiga bambu yang menyerupai tripod
dengan tali pengerek bendera menjulur. Di sebelah utara barisan berdiri
sekelompok santri dengan seragam sarung, jas, dan peci hitam. Mereka adalah
pasukan paskibraka pondok. Di samping mereka, berdiri secara terpisah komandan
upacara, petugas pembaca undang-undang, dan pengiring inspektur.
Petugas
pun memulai upacara. Sang komandan memasuki lapangan. Semua santri tampak
tenang dan khidmat. Angin malam berembus sepoi-sepoi, menyapu daun, lalu
menimbulkan bunyi sayup-sayup. Menambah khusyuk suasana.
Segenap
pengurus dan dewan asatidz pondok pun turut serta di dalamnya. Berbaris di
sebelah selatan berhadapan dengan pasukan paskibraka pada jarak kurang lebih 20
meter. Salah satu pengurus, Kang Rizal Ahyar, bertindak sebagai inspektur
upacara.
Begitu
dipersilakan, Rizal Ahyar memasuki lapangan menaiki meja kecil yang sudah
dipersiapkan. Sang komandan lalu mengintruksikan hormat pada inspektur dan
seluruh peserta mengikutinya.
Suasana
menjadi semakin hening ketika petugas paskibraka bergerak. Saat bendera telah
siap dan semua pasukan mengambil sikap hormat, semua santri bersama-sama
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka tampak bersemangat, suaranya melengking
tinggi, seolah-olah ingin didengarkan oleh makhluk seantero jagad.
Pekik
kemerdekaan menggema ketika inspektur upacara menyampaikan amanat. "siapa
kita? Indonesia! Merdeka! Merdeka! Merdeka! " Semua santri memekik dengan
tangan mengepal. Dalam amanatnya, Kang Rizal menekankan pentingnya mensyukuri
kemerdekaan.
"Kemerdekaan
Indonesia diproleh dengan tidak mudah menggugurkan para Pahlawan, maka jangan
biarkan bangsa ini terjajah kembali!, Sebagai santri, cara menjaga dan
mensyukuri kemerdekaan adalah dengan belajar dan mengaji." Ucapnya dengan
lantang.
Kang
Rizal juga mengingatkan bahwa NKRI adalah harga mati. Ia menuturkan bahwa
sekarang banyak ormas yang ingin mengubah sistem Negara ini yang tidak segaris
dengan konstitusi.
"Kita
harus mencintai tanah air, karena hubbul wathan minal iman (cinta
tanah air bagian dari iman)." Amanat inspektur upacara diakhiri dengan
menyayikan lagu Subanul Waton yang diikuti parasa santri dengan mengangkat dan
mengepalkan tangan kananya seraya penuh penghayatan.
Upacara
itu diakhiri dengan penyalaan petasan kembang api di beberapa sudut pesantren.
Kembang api itu membubung tinggi ke langit, menciptakan cahaya yang indah dan
bunyi-bunyi yang meriah.
Upacara
kemerdekaan merupakan tradisi rutinan di pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen
Demak, sebagaimana di Pesantren-pesantren yang lain.
"Setiap
malam tanggal 17 Agustus kami selalu melakukan upacara kemerdekaan. Bagi kami
ini juga bagian dari mengamalkan hubbul wathan minal iman," ucap Kang
Lutfi Hakim, salah satu pengurus Futuhiyyah. (Syamsul Ma’arif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar